Adat Suku Kaili dallam meminta hujan



RITUAL MORA’AKEKE SUKU KAILI SULTENG
Aldi Fatriadi


Selamat datang bagi para pembaca dimanapu kalian berada, kembali bersama saya Aldi dalam seputar Indonesia tajuk terang. Seperti biasa kami akan menyampaikan berita baik  dari dalam negeri atau pun mancanegara teraktual dan terupdate. Berita kali ini datang dari Kabupaten Sigi Sul-Teng yang membahas tentang kebiasan salah satu suku yang ada disana.
Etnik Kaili merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia yang mendiami sebagian besar dari Provinsi Sulawesi Tengah, khususnya wilayah Kabupaten Donggala, Kabupaten Sigi, dan Kota Palu, di seluruh daerah di lembah antara Gunung Gawalise, Gunung Nokilalaki, Kulawi, dan Gunung Raranggonau. Mereka juga menghuni wilayah pantai timur Sulawesi Tengah, meliputi Kabupaten Parigi-Moutong, Kabupaten Tojo-Una Una dan Kabupaten Poso.
Terkenal dengan ritualnya, ritual meminta hujan. Baru-baru ini hujan yang tidak kunjung turun pada awal September 2015 lalu membuat ribuan hektar sawah milik warga di lima desa di Kecamatan Sigi Biromaru, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, mengalami kekeringan. Para tetua adat di Kabupaten Sigi pun turun tangan dengan melakukan ritual adat minta hujan atau Mora’akeke.
Suku Kalili atau etnik Kaili, merupakan salah satu etnik dengan yang memiliki rumpun etnik sendiri. Untuk penyebutannya, suku Kaili disebut etnik kaili, sementara rumpun suku kaili lebih dari 30 rumpun suku, seperti, rumpun kaili rai, rumpun kaili ledo, rumpun kaili ija, rumpun kaili moma, rumpun kaili da'a, rumpun kaili unde, rumpun kaili inde, rumpun kaili tara, rumpun kaili bare'e, rumpun kaili doi, rumpun kaili torai, dll.
Sebagaimana suku-suku lainnya di wilayah persada Nusantara, Suku Kaili juga mempunyai adat istiadat sebagai bagian kekayaan budaya di dalam kehidupan sosial, memiliki Hukum Adat sebagai aturan dan norma yang harus dipatuhi, serta mempunyai aturan sanksi dalam hukum adat.
Ritual ini bertujuan memohon kepada Tuhan untuk meredupkan sinar matahari yang menyebabkan kemarau panjang sekaligus menambah deras air Sungai Vuno yang mengering. Di tepian Sungai Vuno, berbagai perlengkapan ritual prosesi adat Mora’akeke disiapkan. Dua orang topogimba atau penabuh kendang mulai menabuh, pertanda prosesi dimulai.
Cara pelaksanaan ritual ini ialah dengan cara menyembelih tiga ekor kambing di pinggir Sungai Vuno, para tetua adat menghanyutkan darah ketiga hewan tersebut sebagai persembahan untuk Nteka atau penguasa sungai dalam bahasa Kaili. Adapun daging ketiga ekor kambing itu akan dimasak oleh warga desa sebagai rasa syukur atas terselenggaranya ritual adat ini.
Bercampur agama, Profesor Juraid Abdul Latief, dosen Antropologi Universitas Tadulako, Palu, mengatakan ritual adat Kaili di Kabupaten Sigi dan Donggala, Sulawesi Tengah, telah dilakukan sejak ratusan tahun silam. Namun, bedanya dengan masa lalu, ritual pada masa sekarang sudah bercampur dengan agama.
Menurut salah Juraid ritual tersebut sarat dengan simbol-simbol. Salah satunya ialah penghanyutan darah hewan yang disembelih ke sungai. Maksudnya adalah agar berkah mengalir seperti keluarnya darah. Darah memang selalu dilibatkan dalam setiap upacara adat Kaili yang sakral, dan ritual itu memaknai hujan dalam arti luas.
“Hujan yang diharapkan tidak hanya hujan air, tapi juga rejeki. Nah, rejeki itu bisa datang dalam berbagai wujud, termasuk hujan,” kata Juraid.
Itulah tadi berita dari suku kaili yang ada di sulteng yang memiliki tradisi ritual yang unik di Indonesia. Sekian berita yang kami bawakan saya Aldi dan tim yang bertugas pamit undur diri dari hadapan anda.
Wassalamualaikum wr.wb dan selamat pagi

 Nama : Aldi Fatriadi
NIM : 18.3100.016
TOPIK : Budaya meminta hujan disuku Kaili. 

Sumber :


Comments

Popular Posts